“DEWA-DEWA
PENCIPTA KEMISKINAN”
Kekuasaan,
Prestise, dan Korupsi Bisnis Bantuan Internasional
Buku ini seharusnya dibaca oleh
setiap warga dunia negara anggota PBB
yang berhubungan langsung dengan lembaga-lembaga finansial seperti Bank Dunia dan IMF. Bukan saja karena mereka
punya hak untuk mengetahui kemana uang para wajib pajak itu dipergunakan lewat
kontribusi wajib sebagai negara anggota PBB, tetapi karena gagasan pembangunan
dunia yang didukung oleh sistem finansial Bank Dunia dan IMF. Sistem ini mampu menentukan setiap
pengambilan kebijkan di dalam proses pembangunan sebuah negara berdaulat untuk direkayasa oleh kekuatan asing melalui kesepakatan
rahasia yang dilakukan oleh para elit negara- negara yang bersangkutan di dalam
bentuk bantuan resmi. Menurut Graham Hancock, proses bantuan ini telah menjadi
sebuah paham kemanusiaan yang dibuat untuk mencari keuntunghan dalam
perhitungan strategi komersiil serta kendaraan dalam penyebarluasan nalar tidak
sehat. Hal ini juga merupakan resep yang sempurna untuk menciptakan setiap
bentuk kontradiksi , kebingungn dan juga merupakan pathologi kekacauan dimana
setiap pemberian bantuan adalah alat untuk menciptakan penderitaan lewat
kemiskinan d akar budaya korupsi yang mereka ciptakan sampai hari ini.
EKONOMI POLITIK PANGAN
Kembali ke Basis ;Dari Ketergantungan Ke Kedaulatan
Pergulatan soal
pangan dan kedaulatannya akan terus terjadi ditengah ancaman ledekan jumlah
manusia dan sedikitnya sumber pangan akibat kebijakan akumulatif yang
kapitalistik di belahandunia global. Pangan sebagai sebuah “strategi” merupakan
bgian dari strategii pertahanan suatu Negara-bangsa; urusannya soal perang, kepentingannya soal
energy, sementara soal “Politik Pangan dan Pertanian” adalah roda berputarnya
suatu rezim yang mutlak adanya. Boleh dikatakan saat ini, Negara siapa gagal
mengurusi kedaulatan pangannya, gagal pula negaranya. Inilah Ekonomi Politik
Pangan, yang percaturannya pada dasawarsa ini merupakn hal penting, kalau tidak
malah sangat penting bagi semua Negara-bangsa di muka bumi ini.
Dalam sejarah
dinamika ekonomi-politik pangan di Indonesia, atas dasar keyakinan terhadap
betapa pentingnya pedesaan sebagai sumber pangan, sector pedesaan dan pertanian
dipilih sebagai prioritas pembngunan nasional semenjak proklamasi Kemerdekaan
17 Agustus 1945. Prioritas tersebut nyata sekali tersirat dalam gerak langkah
keagrariaan yang dicanangkan emenjal masa-masa awal kemerdekaan. Kecuali
ditopang oleh berbagai bentuk kelembagaan teknis pembangunan pedesaan dan
pertanian yang secara politia diposisikan sebagai soal hidup atau mati bangsa
(Soekarno 1952), semangat menempatkan seksebagai prioritas pembangunan nasional
secara substatif-revousioner dirancang melalui dibentuknya Panitia Agraria
Jogjakarta, pada tahun 1948.
Namun demikian, saat
ini kedaulatan pangan nasional Indonesia dalam tekanan dan dominasi
korporatisasi di sector pangan. Pemerintah Reformatif yang dimulai sejak Mei
1998 tampak tidak pernah terlepas dari persoalan pembangunan rejim pemerintahan
sebelumnya. Akhirnya pengembangan sektor pertanian pada era reformasi seperti
kini pun menjadi sesuatu yang tak mudah. Ada beberapa kendala ekonomi-politis
yangsecara structural membatasi akselerasi pembangunan pertanian nasional
sebagai pilar perekonomian bangsa, salah satunya adalah beban sejarah sektor
pertanian dimana ada kegagalan implementasi model pembangunan masyarakat dalam
pengembangan pedesaan kemiskinan, dan tentu saja ekonomi-politik terkait
persoalan kedaulatan pangan yang kini dalam ancaman liberalisasi dan privatisasi
oleh rezim korporat pangan.
Buku ini menyuguhkan
persoalan pangan dari berbagai perspektif dan disiplin. Dari mulai hukum,
social, ekonomi maupun budaya dan keadilan gender, sehingga buku ini memberi
jaminanpembcanya tidk akan a historis dalam melihat, membicarakan dan menyikapi
persoalan ekonomi-politik pangan saat ini.